Hujan dan harapan adalah dua
hal yang berbeda. Tetapi memandang air hujan yang turun ke permukaan
tanah mengingatkanku akan mimpi dan harapanku yang jatuh tersebar.
Derasnya hujan ditentukan oleh akumulasi awan gelap dan tiupan angin.
Dimana angin bertiup dan berhenti, di situ hujan akan turun.
Aku dan talentaku adalah awan gelap, dan kuasa Tuhan adalah tiupan
angin. Semakin banyak talenta yang kumiliki, semakin gelaplah diriku.
Mendung gelap belum tentu hujan, demikian pula, apa yang ada di benakku
kadang-kadang kurang sesuai dengan apa yang direncanakan Tuhan.
Angin yang meniup awan-awan gelap mengakibatkan posisi awan gelap
bergeser tempat. Demikian pula denganku, aku harus berpindah dan
memodifikasi mimpi dan harapan sesuai dengan kehendak Tuhan. Sama
seperti awan yang tidak bisa bilang “no” kepada angin, aku pun tidak
bisa bilang “tidak” kepada Tuhan. Karena kalau dipelajari lagi, aku
hidup karena belas kasih Tuhan. Awan gelap yang tergeser dan akhirnya
jatuh ke permukaan tanah dalam bentuk butir-butir air. Talentaku pun aku
sebar di tempat di mana Tuhan mengirimku. Begitu talentaku tersebar,
aku paham akan sangat sulit untuk bilang “tidak” bila di depan mata ada
hal yang aku tahu aku bisa mengerjakannya.
Tentu saja ada ketidakyakinan dalam diriku, tapi karena belas kasih dan
bimbingan Tuhan, ketidakyakinanku bisa diatasi perlahan-lahan.
Membandingkan letak awal dan letak akhir, aku menyadari bahwa aku sudah
“bergeser” jauh sekali. Baik atau buruknya geseran itu, tergantung cara
aku melihatnya. Mungkin proses “bergeser” ini memang tidak indah pada
awalnya, tapi setelah ditimbang-timbang kembali, di dalam ketidakindahan
ini, ada rasa tulus, terima kasih, terharu, dan bangga. Jadi, setelah
dilewati dan dilalui, proses “bergeser” ini sangatlah memorable. Kalau
tanah gersang, berkat hujan jadi basah dan subur, talenta yang aku sebar
di tempat yang asing akhirnya membuahkan hasil.
Apakah kamu sudah menggunakan talenta kamu dengan baik? Mau kah kamu
membagikan talenta kamu untuk orang dan lingkungan yang ada di sekitar
kamu?
idntimes.com